Sunday 28 August 2011

Kisah Taubat Malik Bin Dinar



Aku seorang polis dan suka minum khamr. Aku membeli seorang budak yang cantik yang melahirkan seorang anak perempuan untukku. Aku sangat mencintai anakku dan ketika dia mulai merangkak dengan kedua tangan dan kakinya aku semakin mencintainya. Setiap kali aku meletakkan minuman keras di hadapanku dia akan datang kepadaku dan menjauhkan minuman itu, atau dia akan menumpahkannya dariku. Ketika dia genap dua tahun dia meninggal. Aku sangat berduka cita atas pemergiannya.

Ketika datang malam nisfu Sya’ban - itu adalah malam Jum’at –aku tinggal di rumah dan mabuk... Aku tidak melakukan solat Isyak. Kemudian aku bermimpi hari kiamat telah tiba, Sangkakala telah ditiup dan kuburan melontarkan isinya, seluruh manusia dikumpulkan dan aku berada di antara mereka. Aku mendengar sesuatu di belakangku. Aku menoleh dan melihat seekor ular yang sangat besar, berwarna biru kehitaman, mengejarku dengan mulut terbuka. Aku berlari ketakutan.

Aku melewati seorang syaikh yang berpakaian bersih yang memancarkan wangi semerbak. Aku mengucapkan salam kepadanya dan dia pun membalas salamku. Aku berkata kepadanya: ”Wahai Syaikh! Lindungilah aku dari ular ini, semoga Allah melindungimu! Syaikh itu menangis dan berkata: ”Aku lemah dan dia lebih kuat dariku, aku tidak dapat melawannya. Pergilah cepat, mungkin Allah akan menganugerahimu sesuatu yang akan menyelamatkanmu darinya.

Aku pun berbalik dan terus berlari. Aku memanjat salah satu tebing dari tebing-tebing Hari Kiamat memandang pada kemarakan api neraka. Aku melihat kengerian di dalamnya dan hampir saja terjatuh ke dalamnya kerana takut terhadap ular tersebut. Tetapi sebuah jeritan berteriak kepadaku: Pulanglah! Engkau bukanlah di antara penduduk neraka. Kata-katanya menenangkan ketakutanku dan aku pun pulang.

Namun ular itu terus mengejarku. Aku kembali kepada Syaikh dan berkata: ”Wahai Syaikh! Aku memohon kepadamu untuk melindungiku dari ular ini, tetapi engkau tidak melindungiku.” Syaikh itu menangis lagi dan berkata: ”Aku lemah, akan tetapi teruslah menuju gunung ini. Di sana terdapat simpanan kaum Muslimin, itu akan menolongmu.”

Aku memandang dan melihat gunung bulat yang terbuat dari perak dan diatasnya terdapat kubah di atas lembah permata dan tirai-tirai yang tergantung, dan setiap kubah memiliki dua pintu yang besar berwarna merah keemasan berkerak taburan zamrud dan mutiara dan digantungi tirai-tirai sutera.

Ketika aku melihat gunung itu aku berlari kepadanya dengan ular yang terus mengejarku. Ketika aku mendekati gunung itu salah satu malaikat berteriak: ”Angkatlah tirai-tirai, bukalah pintu-pintu, dan awasilah! Mudah-mudahan orang yang malang ini mempunyai sesuatu dalam simpanan bersamamu yang dapat menolongnya dari musuhnya.” Maka tirai-tirai pun diangkat, pintu-pintu dibuka, dan dari tempat itu terlihat anak-anak dengan wajah-wajah laksana bulan purnama. Ular itu nyaris menyusulku dan aku hampir putus asa.

Salah seorang dari anak-anak itu berkata: ”Celaka engkau! Kemarilah dan lihatlah kalian semua! Musuhnya sangat dekat dengannya.” Kemudian anak-anak itu keluar secara bergelombang, dan di antara mereka terdapat anak perempuanku yang telah meninggal dua tahun yang lalu. Ketika dia melihatku dia menangis dan berkata: ”Ayahku, Demi Allah!” Kemudian dia melompat ke dalam sebuah kereta cahaya dan datang mendekatiku dengan kecepatan laksana anak panah. Dia meletakkan tangan kirinya di tangan kananku dan aku berpegang kepadanya. Kemudian dia mengulurkan tangan kirinya ke arah ulat tersebut dan ular itu pun berbalik dan pergi.

Anakku mengajakku duduk, kemudian dia duduk dipangkuanku dan mengelus janggutku seraya berkata: ”Wahai ayahku!أَلَمْ يَأْنِ لِلْذِّيْنَ آمَنوُا  أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللهِ  ”Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah?” (QS Al-Hadid [57] : 16). Aku pun menangis dan berkata: “Wahai anakku, kalian memahami Al-Qur’an?” Dia menjawab: “Ayahku! Kami mengetahuinya lebih baik darimu.”

Aku berkata kepadanya: ”Ceritakanlah kepadaku tentang ular yang hendak menghancurkanku.” Dia berkata: “Itu adalah amal-amal burukmu yang engkau bangun dan menjadi kuat, dan mereka akan membawamu ke neraka.” Aku bertanya: “Bagaimana dengan Syaikh yang aku lewati?” Dia menjawab: “Wahai Ayahku! Itu adalah amal kebaikanmu yang lemah sehingga mereka tidak dapat mengatasi dosa-dosamu.”

Aku berkata: “Wahai anakku! Apa yang kalian lakukan di gunung ini?” Dia menjawab: “Kami adalah anak-anak orang-orang Muslim, kami diberi tempat tinggal ini sampai datangnya Hari Kiamat. Kami menanti kedatangan kalian, dan kami memohon syafaat bagi kalian.”

Malik (bin Dinar) kemudian berkata: “Lalu aku terbangun dan melihat fajar telah tiba. Lalu kulemparkan minuman itu dariku dan kuhancurkan gelas minumanku, dan aku pun bertaubat kepada Allah.”

Referensi: Kitab at-Tawwabiin (223-224)
Sumber: The Clear Path



No comments: